Abstrak:
Suap yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama timbul dari peraturan – perizinan dan retribusi – yang diberlakukan oleh pejabat pemerintah daerah. Peraturan menghasilkan pendapatan langsung (fee) ditambah pendapatan tidak langsung dalam bentuk suap. Nilai yang diharapkan dari pendapatan yang terakhir ini dikapitalisasi menjadi gaji yang lebih rendah yang dibutuhkan oleh daerah sebagai kompensasi bagi pejabat publik. Daerah-daerah di Indonesia terhambat oleh kurangnya pendapatan dari pajak formal dan sumber dana transfer untuk membayar gaji yang bersaing serta tingkat layanan publik yang diminta, karena tarif pajak daerah dibatasi oleh pemerintah pusat dan transfer antar pemerintah terbatas. Oleh karena itu, pendapatan langsung dan tidak langsung dari peraturan daerah sangat penting bagi keuangan daerah. Makalah ini memodelkan dan memperkirakan aspek-aspek utama korupsi – hubungan antara suap, waktu yang dihabiskan bersama pejabat lokal, dan berbagai bentuk peraturan. Model ini menunjukkan bagaimana persaingan antar-yurisdiksi dalam memperebutkan perusahaan membatasi cakupan peraturan daerah dan bagaimana sumber pajak atau pendapatan antar-pemerintah yang lebih besar mengurangi kebutuhan akan peraturan dan korupsi. Makalah ini memperkirakan adanya pengurangan besar dalam peraturan di daerah-daerah yang memiliki pendanaan lebih baik. Temuan-temuan ini secara langsung relevan dengan Indonesia, dimana tingkat korupsi masih tinggi dan negara ini sedang berada dalam masa desentralisasi besar-besaran dan upaya demokratisasi lokal.
Untuk artikel selengkapnya, klik tautan berikut: http://www.nber.org/papers/w10674.pdf