Sejak bulan Maret, BI semakin menaruh perhatian terhadap risiko pertumbuhan ekonomi dan mengubah kebijakannya menjadi lebih mendukung pertumbuhan untuk memitigasi dampak krisis kesehatan dan pada saat yang sama menjaga stabilitas pasar keuangan. Namun, meningkatnya risiko kontraksi yang lebih dalam pada perekonomian global, ditambah dengan prospek penyebaran virus yang berkepanjangan di Indonesia, telah menimbulkan ketidakpastian di pasar setidaknya sejak awal September. Akibatnya, Rupiah melemah ke level Rp14,900 per 14 September 2020. Rupiah tercatat sebagai mata uang dengan kinerja terburuk di negara berkembang Asia. Sementara itu, akumulasi aliran modal masuk semakin menurun sehingga meningkatkan imbal hasil obligasi pemerintah. Meskipun inflasi bulan lalu sangat rendah, permintaan kredit diperkirakan akan terhenti dalam waktu dekat menyusul perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jakarta. Kondisi tersebut memberikan ruang bagi BI untuk memprioritaskan stabilisasi Rupiah pada bulan ini karena meningkatnya risiko ketidakpastian di pasar keuangan. Oleh karena itu, kami memandang BI harus mempertahankan suku bunga sebesar 4.00% pada bulan ini untuk menjaga stabilitas keuangan sekaligus mendukung pertumbuhan melalui pengukuran makroprudensial dan non-konvensional sebagai saluran dalam mendorong likuiditas.