7 Agustus 2021
Penulis: Yusuf Sofiyandi, Yusuf Reza Kurniawan, Khoirunurrofik Khoirunurrofik, Prayoga Wiradisuria, dan Dikki Nur Ahmad Saleh
Abstrak
Makalah ini mempelajari dampak pembatasan mobilitas terhadap jumlah penumpang angkutan cepat massal (MRT) harian di Jakarta-Indonesia, dan implikasinya terhadap pendapatan kotak tiket selama wabah pandemi COVID-19. Untuk analisis ini, kami terutama menggunakan kumpulan data biaya tarif dan penumpang harian dari 156 pasangan rute asal-tujuan dari April 2019 hingga Mei 2021. Tiga jenis pembatasan mobilitas diperiksa: (i) pengaturan kapasitas penumpang maksimum 50%, (ii) penutupan stasiun, dan (iii) perubahan jam operasional layanan. Model regresi efek tetap dinamis panel dipasang untuk menghitung kerugian ekonomi pada pendapatan kotak ongkos akibat pembatasan mobilitas. Kami menemukan bahwa rata-rata penumpang harian MRT menurun sebesar 56.6% karena pembatasan kapasitas, 32.6% karena penutupan stasiun, dan 1.7% karena penurunan jam operasional layanan sebesar satu jam. Penutupan stasiun menyebabkan pengalihan rute dan meningkatkan jumlah penumpang secara signifikan dibandingkan stasiun lain. Meskipun dampak pembatasan kapasitas dan perubahan jam operasional layanan mempunyai dampak yang lebih besar pada hari kerja, dampak penutupan stasiun lebih terasa pada akhir pekan. Hasil estimasi kami juga menunjukkan bahwa pembatasan mobilitas selama pandemi COVID-19 telah menimbulkan kerugian sebesar Rp179.4 miliar atau setara USD12.4 juta dari potensi pendapatan farebox bagi operator layanan kereta MRT. Jumlah tersebut dapat memberikan kontribusi sebesar 65.6% terhadap total realisasi pendapatan farebox pada tahun 2019–2020. Temuan ini menunjukkan pentingnya penyesuaian kebijakan subsidi tarif pada saat krisis, mengingat perusahaan tetap menanggung biaya operasional meskipun jam operasional berkurang. Ia juga menyarankan perusahaan untuk menjadikan krisis ini sebagai momentum untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperluas prospek bisnis dari pendapatan non-fare box.