Abstrak
Kenaikan harga minyak dunia telah memaksa pemerintah Indonesia untuk mengalami defisit anggaran yang lebih besar untuk membiayai subsidi energi. Antara tahun 2000 dan 2011, Indonesia menghabiskan 61 persen pendapatan minyak dan gas untuk subsidi bahan bakar dan listrik. Subsidi-subsidi ini memperburuk distribusi pendapatan di Indonesia karena hampir 72 persen dari subsidi tersebut dinikmati oleh 30 persen kelompok pendapatan terkaya. Oleh karena itu, terdapat argumen ekonomi yang kuat untuk melakukan realokasi subsidi bahan bakar ke sektor infrastruktur, pendidikan dan kesehatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan menerapkan Mikrosimulasi CGE, penelitian ini menemukan bahwa penghapusan 25 persen subsidi bahan bakar meningkatkan angka kemiskinan sebesar 0.253 persen. Jika dana ini sepenuhnya dialokasikan untuk belanja pemerintah, maka angka kemiskinan akan berkurang sebesar 0.270 persen. Selain itu, penghapusan 100 persen subsidi bahan bakar dan realokasi 50 persen dari subsidi tersebut ke belanja pemerintah, transfer dana, dan subsidi lainnya dapat menurunkan angka kemiskinan sebesar 0.277 persen. Namun, kebijakan realokasi ini mungkin tidak efektif untuk mengkompensasi dampak buruk dari penghapusan 100 persen subsidi bahan bakar jika pelaku ekonomi mencoba mencari keuntungan melalui mark-up pricing atas kenaikan biaya produksi.