Abstrak
Ketika ASEAN mengajukan langkah-langkah liberalisasi industri penerbangan pada tahun 2010, akhir-akhir ini industri penerbangan Indonesia telah bergerak ke arah yang berbeda. Dua usaha pasar yang mendorong perubahan tersebut terjadi pada akhir tahun 2018, dimana salah satu grup maskapai penerbangan terkemuka, Garuda Group, melalui Citilink sepakat untuk menjalin kerja sama dengan Sriwijaya Air. Kedua, Januari 2019 menandai periode di mana Lion Air mulai mengenakan 'biaya bagasi' dan Garuda Indonesia berhenti menawarkan tiket subkelas. Di tengah adanya perubahan dalam industri tersebut, penelitian ini bertujuan untuk membahas kondisi terkini, tantangan, dan potensi pasar penerbangan Indonesia; membahas secara komprehensif dampak ekonomi dari keadaan industri tersebut; serta bagaimana pemerintah dapat bertindak untuk membantu mengatasi kemungkinan kegagalan pasar. Studi ini menggunakan berbagai sumber data, yaitu data dari CAPA, INFARE, serta database transportasi resmi pemerintah. Kami terlebih dahulu memaparkan potensi industri penerbangan di Indonesia. Kami mengidentifikasi jeda berkala dalam pertumbuhan industri; yaitu, pada periode mana perubahan-perubahan signifikan sedang terjadi. Berikut ini adalah rincian lengkap konsentrasi dan lanskap pasar. Kami melanjutkan dengan menunjukkan dampak kenaikan harga secara umum. Temuan kami menunjukkan bahwa kehilangan penumpang sangat besar. Lebih lanjut, kami menemukan penurunan kapasitas yang serupa pada periode setelah Citilink – kesepakatan dengan Sriwijaya yang dilakukan oleh hampir semua anggota Grup Garuda dan Lion Air Group – yang semuanya berlawanan dengan tren tahun ke tahun. Kami secara khusus menguraikan perubahan yang mengikuti tren akhir tahun 2018. Implikasi lebih lanjut dibahas. Kami menyimpulkan studi ini dengan rekomendasi kebijakan yang relevan.