Abstrak
Bantuan pembangunan selalu menyampaikan pesan mengenai permasalahan pembangunan yang ingin dipecahkan. Dengan menggunakan analisis wacana dan wawancara, makalah ini berupaya mengklarifikasi permasalahan apa saja yang ingin Indonesia atasi melalui kerja sama Selatan-Selatan dan segitiga, serta menemukan kekurangan dari ketiga permasalahan tersebut. Sebaliknya, pesan-pesan yang terkandung dalam komunikasi bantuan Indonesia bersifat diplomatis, didukung oleh prinsip-prinsip yang didorong oleh permintaan, solidaritas, dan kepemilikan. Kurangnya indikasi mengenai objek pembangunan dan kualitas bantuan yang diharapkan serta penekanan pada prinsip-prinsip ini dapat menyebabkan para pembuat kebijakan dan praktisi bantuan memprioritaskan pemeliharaan hubungan baik dengan penerima dan mitra donor dibandingkan dengan dampak pembangunan yang sebenarnya. Tulisan ini menggambarkan kecenderungan tersebut melalui kasus Penguatan Pengarusutamaan Gender Klasifikasi JEL: F50; O22; Z13 Kata Kunci (SGM), sebuah program segitiga yang dilakukan bersama USAID dan Fiji. Meskipun ada perubahan drastis dalam desain dan ketegangan singkat di antara para pemangku kepentingan, SGM “berhasil” dilaksanakan. Pesan yang tidak jelas mengenai tujuan program berkontribusi pada “keberhasilan” ini karena pemeliharaan hubungan baik dan pencapaian tujuan diplomatik langsung merupakan hal yang lebih penting. Dengan mempertimbangkan peraturan baru mengenai proses bisnis, makalah ini diakhiri dengan rekomendasi kebijakan.